Powered By Blogger

Sabtu, 11 Juni 2011

Ekstraksi Karaginan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara maritim karena hampir dua pertiga luas seluruh wilayahnya adalah lautan, yang hingga kini belum dieksploitasi secara maksimal, sehingga banyak potensi laut yang belum dimanfaatkan. Salah satunya komoditi hasil laut yang berpotensi untuk dieksploitasi adalah rumput laut (seaweed). Rumput laut mempunyai nilai ekonomis penting karena memiliki kandungan karaginan yang tinggi. Dalam dunia industri dan perdagangan karaginan mempunyai manfaat yang sama dengan agar-agar dan alginat, karaginan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, kosmetik, makanan dan lain-lain (Mubarak et al. 1994).
Jenis rumput laut yang ada di Perairan Indonesia diperkirakan mencapai 555 jenis, 55 jenis diantaranya memiliki nilai ekonomis tinggi. Salah satu jenis rumput lain bernilai ekonomis adalah Kappaphycus alvarezii, merupakan jenis rumput laut dari famili Rhodophyceae yang sebelumnya disebut Euchema cottoni. Karena berdasarkan hasil penelitian, karaginan yang dihasilkan termasuk kappa-karaginan sehingga secara taksonomi berubah nama menjadi K. alvarezii (Doty, 1986).
Menurut Angka dan Suhartono (2000), jenis rumput laut merah ternyata lebih banyak dimanfaatkan ada sekitar 230 jenis, sebagian besar digunakan di bidang industri tetapi masih sedikit untuk obat. Salah satu jenis rumput laut merah yang banyak dimanfaatkan adalah Kappaphycus alvarezii.

1.2 Tujuan
Mengisolasi karagenan dari rumput laut

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa latin yaitu algor yang berarti dingin. Ganggang laut adalah tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki perbedaan susnan kerangka seperti akar, batang, dan daun. Meskipun wujudnya tampak seperti ada perbedaan, tetapi sesungguhnya merupakan bentuk thallus belaka. Bentuk thallus ganggang laut bermacam – macam, ada yang bulat seperti tabung, kantung, rambut, dan sebagainya (Duddington, 1971).
Menurut Atmadja W. S dkk (1996), rumput laut yang dalam bahasa Inggris disebut “seaweed” adalah alga makro yang bersifat bentik dan termasuk tumbuhan tingkat rendah (Thallophyta). Tumbuhan tersebut mempunyai sistem morfologi dan reproduksi tersendiri yang umumnya berbeda dengan tumbuhan tingkat tinggi (tumbuhan berbunga) yang biasa hidup di darat.
Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut dan tergolong dalam divisio thallophyta. Keseluruhan dari tanaman ini merupakan batang yang dikenal dengan sebutan thallus, bentuk thallus rumput laut ada bermacam-macam ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut dan lain sebagainya. Thallus ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler) (Soegiarto et al, 1978).
Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu carragaenophtytes yaitu rumput laut penghasil karagenan, yang berupa senyawa polisakarida. Karagenan dapat terekstraksi dengan air panas yang mempunyai kemampuan untuk membentuk gel. Sifat pembentukan gel pada rumput laut ini dibutuhkan untuk menghasilkan pasta yang baik, karena termasuk ke dalam golongan Rhodophyta yang menghasilkan florin starch (Winarno 1990).

2.2 Morfologi Rumput Laut
Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh melekat pada
substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Bentuk thallus ini beragam, ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, atau ada juga yang seperti rambut. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan diri pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya. Selain benda mati, rumput lautpun dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik (Jana-Anggadiredjo, 2006).
Bentuk morfologi dari Kappaphycuss alvarezii tidak mempunyai perbedaan susunan
kerangka antara akar, batang, dan daun. Keseluruhan tanaman ini merupakan batang yang dikenal sebagai talus (thallus). Thallus ada yang berbentuk bulat, silindris atau gepeng bercabang-cabang. Rumpun terbentuk oleh berbagai sistem percabangan ada yang tampak sederhana berupa filamen dan ada pula yang berupa percabangan kompleks. Jumlah setiap percabangan ada yang runcing dan ada yang tumpul. Permukaan kulit luar agak kasar, karena mempunyai gerigi dan bintik-bintik kasar. Kappaphycuss alvarezii memiliki permukaan licin, berwarna coklat tua, hijau coklat, hijau kuning, atau merah ungu. Tingginya dapat mencapai 30 cm. Kappaphycuss alvarezii tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengn ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk (Aslan, 1995).

Percabangan talus ada yang dichotomus (dua-dua terus-menerus), pinnate (dua-dua berlawanan sepanjang talus utama), pectinate (berderet searah pada satu sisi talus utama), ferticillate (berpusat melingkar aksis atau batang utama), dan yang sederhana tanpa percabangan.substansi talus juga bervariasi, ada yang gelatinous (lunak seperti gelatin), calcareous (keras diliputi atau mengandung zat kapur), cartilagenous (seperti tulang rawan), dan spongious (berserabut). Semua sifat talus itu membantu dalam pengenalan jenis atau pengklasifikasian spesies (Poncomulyo, dkk.2006).

2.3 Klasifikasi Rumput Laut
Sebagian besar alga laut berwarna indah dan ada yang bercahaya. Pigmen – pigmen dari kromatophor menyerap sinar matahari untuk fotosintesis. Berdasarkan warna yang dimiliki masing – masing alga ini dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu :
1. Alga Merah (Rhodophyceae)
Klasifikasi menurut Carpenter dan Niem (1998) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Class : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieraciae
Genus : Euchema
Menurut Aslan (1991) Rhodophyta memiliki ciri – ciri umum sebagai berikut :
o Thalli (kerangka tubuh tanaman) bulat silindris atau gepeng
o Berwarna merah, merah – coklat, hijau – kuning
o Bercabang selang – seling tidak teratur di atau tricotomus
o Memiliki benjolan (bulat nodule) dan duri – duri atau spines
o Substansi thalli gelatinous dan atau kartilagenous
Alga pelekat (holdfast) terdiri dari perakaran sel tunggal atau sel banyak. Alga dari divisi ini memilki pigmen fikobilin yang terdiri dari fikoeritrin (berwarna merah) dan fikosianin (berwarna biru), bersifat adaptasi kromatik, yaitu memilki penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai warna pada thalli, seperti merah tua, merah muda, pirang, coklat, kuning, dan hijau. Dalam dinding selnya terdapat selulosa, agar, carrageenan, porpiran, dan selaran (Aslan, 1998).
Contoh : Euchema cottoni

2. Alga Coklat (Phaeophyceae)
Klasifikasi menurut Bold dan Wyne (1985) :
Kingdom : Plantae
Divisio : Phaeophyta
Class : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Famili : Sargassaceae
Genus : Sargassum
Warna alga ini umumnya coklat. Mempunyai pigmen klorofil a dan c, beta karoten, violasantin, dan fukosantin. Alga coklat ini hampir semuanya merupakan tumbuhan laut dan hanya sedikit yang hidup di air tawar yang diantaranya berukuran sangat besar. Alga coklat berupa tumbuh – tumbuhan bercabang berbentuk benang kecil yang halus (ectocarpus), bertangkai pendek dan berthallus lebar (Copstaria, Alaria, dan Laminaria), bentuknya bercabang banyak (Fucus, Agregia) dan dari Pasifik terdapat alga berukuran raksasa dengan tangkai yang panjang dan daunnya seperti kulit yang panjang (Nereocystis, Pelagophycus, Macrocystis), berbentuk rantai seperti sosis yang kopong dan kasar, dan panjangnya 30 cm atau lebih.

3. Alga Hijau (Chlorophyceae)
Alga ini berwarna hijau, Chlorophyceae merupakan kelompok alga yang berwarna hijau rumput. Sel – selnya mengandung satu sampai beberapa buah kloroplas. Pigmen fotosintetik yang terdapat di dalam plastida terdiri dari klorofil dan b yang jumlahnya sangat banyak sehingga menutupi pigmen lainnya, yaitu karoten dan xanthofil sehingga alga ini berwarna hijau (Soenardjo, 2001).
Alga kelas ini juga mempunyai bentuk yang sangat beragam, tetapibentuk umum yang djumpai bentuk filamen dengan septa atau tanpa septa, dan berbentuk lembaran (Romimohtarto, 2001).

Sedangkan menurut Soelistyo (1987), rumput laut terbagi atas empat kelas yaitu :
1. Chlorophyceae
Umumnya berwarna hijau karena sel-selnya mengandung khlorofil a dan b serta sedikit karoten. Tumbuh di daerah pasang surut yang sering mengalami kekeringan, daerah dangkal dengan penetrasi cahaya matahari tinggi hingga ke dasar.
2. Phaeophyceae
Tumbuhan berwarna kuning kecoklatan karena sel-selnya banyak mengandung klorofil a dan c. Tumbuh pada daerah pasang surut yang lebih dalam dari daerah tumbuh Chlorophyceae.
3. Rhodophyceae
Berwarna merah, coklat, nila, hijau. Sel-selnya banyak mengandung fikoeritrin.
4. Cyanophyceae
Umumnya berwarna ungu. Sel-selnya terdiri dari pigmen fikosianin. Mudah tumbuh pada daerah yang lembab

Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan untuk menentukan divisi dan mencirikan kemungkinan filoginetik antara kelas secara khas digunakan komposisi plastida, pigmen, struktur karbohidrat dan komposisi dinding sel. Berdasarkan cara di atas maka Yusuf, 2004 mengemukakan bahwa alga merah atau rumput laut K. alvarezii lebih dikenal dengan nama dagang Eucheuma cottonii. (Doty, 1971) dalam (Yusuf, 2004) mengklasifikasikan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) sebagai berikut :

Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Famili : Solieriaceaep
Genus : Kappaphycus
Spesies : Kappaphycus alvarezii
(Doty, 1971)

2.4 Komposisi Kimia
Komposisi kimia rumput laut bervariasi antar individu, spesies, habitat,kematangan dan kondisi lingkungannya. Kandungan rumput laut segar adalah air yang mencapai 80-90 %, sedangkan kadar protein dan lemaknya sangat kecil. Walaupun kadar lemak rumput laut sangat rendah, tetapi susunan asam lemaknya 6 sangat penting bagi kesehatan. Lemak rumput laut mengandung asam lemak omega-3 dan omega-6 dalam jumlah yang cukup tinggi. Kedua asam lemak ini merupakan asam lemak yang penting bagi tubuh, terutama sebagai pembentuk membran jaringan otak, syaraf, retina mata, plasma darah dan organ reproduksi. Dalam 100 gram rumput laut kering mengandung asam lemak omega-3 berkisar 128-1.629 mg dan asam lemak omega-6 berkisar 188-1.704 mg (Winarno 1990).

Tabel 1. Komposisi kimia rumput laut Kappaphycus alvarezii
Komposisi Jumlah
Air (%) 83,3
Protein (%) 0,7
Lemak (%) 0,2
Abu (%) 3,4
Serat makanan tidak larut (%) 58,6
Serat makanan larut (%) 10,7
Total serat makanan (%) 69,3
Mineral Zn (mg/g) 0,01
Mineral Mg (mg/g) 2,88
Mineral Ca (mg/g) 2,80
Mineral K (mg/g) 87,10
Mineral Na (mg/g) 11,93
Sumber: Winarno (1990)

Rumput laut mengandung berbagai jenis mineral makro dan mikro dalam perbandingan yang baik untuk nutrisi. Winarno (1990) menyatakan bahwa kandungan gizi terpenting dari rumput laut terletak pada trace element terutama iodium. Sumbangan gizi yang cukup bermakna dari rumput laut, terutama dari jenis merah dan coklat, adalah kandungan mineral (trace element), seperti K, Ca, P, Na, Fe dan Iodium.

Kadar mineral rumput laut dapat dilihat pada Tabel 2.
Kadar mineral rumput laut (g/100g bahan kering)
Unsur Ganggang Merah Ganggang Coklat
Unsur Ganggang Merah Ganggang Coklat
Klor 1,5 - 3,5 9,8 - 15
Kalium 1,0 - 2,2 6,4 - 7,8
Natrium 1,0 - 7,9 2,6 - 3,8
Magnesium 0,3 - 1,0 1,0 - 1,9
Sulfur 0,5 - 1,8 0,7 - 2,1
Silikon 0,2 - 0,3 0,5 - 0,6
Fosfor 0,2 - 0,3 0,3 - 0,6
Kalsium 0,4 - 1,5 0,2 - 0,3
Besi 0,1 - 0,2 0,1 - 0,2
Iodium 0,1 - 0,2 0,1 - 0,8
Sumber : Winarno (1990)

2.5 Siklus Hidup dan Repoduksi
2.5.1 Rumput Laut
Reproduksi Rumput Laut menurut Aslan, 1998 dibedakan menjadi 3 pola, yaitu :
a) Reproduksi generatif (seksual) dengan gamet
Ada tiga tipe daur hidup dalam reproduksi seksual algae (Aslan,1998), yaitu :
Haplobantik, yaitu hanya ada satu individu kehidupan bebas (satu frase) yang terlibat dalam daur hidup. Keadaan ini dapat dinyatakan sebagai Haplobantik haploid disingkat Hh. Dalam hal ini kromosom pada individu tersebut adalah haploid. Reproduksi semacam ini banyak terdapat pada algae hijau.
Haplobiontik diploid, disingkat Hd. Dalam hal ini individu yang melakukan daur hidup adalah diploid. Meiosis terjadi pada gamet (gametik meiosis) yang berkembang menjadi individu dewasa. Tipe reproduksi semacam ini banyak terdapat pada alga hijau yang menyerupai sifon dan pada algae coklat.
Diplobiontik, disingkat D, h + d. Dalam proses pembiakan terdapat dua individu (fase) yang terlibat dalam daur hidup yaitu gametophyt (gametofit) haploid yang menghasilkan gamet dan sporophyte (sporofit) diploid yang menghasilkan spora. Tipe reproduksi semacam ini umumnya terdapat pada algae hijau, coklat dan merah.

b) Reproduksi vegetatif (aseksual) dengan spora
Pada algae, reproduksi aseksual berupa pembentukan suatu individu baru melalui perkembangan spora, pembelahan sel dan fragmentasi. Pembiakan dengan spora berupa pembentukan gametofit dari tetraspora yang dihasilkan dari tetrasporofit. Tipe pembiakan ini umumnya terdapat pada algae merah (Aslan,1998).

c) Reproduksi fragmentasi dengan potongan thallus (stek)
Dalam usaha budidaya rumput laut, misalnya marga Eucheuma dan Gracilaria, umumnya dilakukan dengan penyetekan (pemotongan thalli) sebagai bibit untuk dikembangbiakan secara produktif. Dalam hal ini, dari rumpunan thalli algae dibuat potongan-potongan dengan ukuran tertentu untuk dijadikan bibit (Aslan,1998).

Siklus hidup dari rumput laut:
Rumput laut dewasa
Spora (n)Spora (n)
Tanaman Jantan (n)Tanaman Betina (n)
Spermatium (n)sel telur (n)
+
Zigote (2n)


2.5.2 Karagenan
Karaginan adalah senyawa hidrokoloid yang diekstraksi dari rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii. Karaginan dapat digunakan untuk meningkatkan kestabilan bahan pangan baik yang berbentuk suspensi (dispersi padatan dalam cairan), emulsi (dispersi gas dalam cairan). Selain itu dapat digunakan sebagai bahan penstabil karena mengandung gugus sulfat yang bermuatan negatif disepanjang rantai polimernya dan bersifat hidrofilik yang dapat mengikat air atau gugus hidroksil lainnya (Suryaningrum, 2000). Karena sifatnya yang hidrofilik maka penambahan karaginan dalam produk emulsi akan meningkatkan viskositas fase kontinyu sehingga emulsi menjadi stabil. Karaginan dapat berfungsi dalam industri makanan sebagai bahan pengental, pengemulsi dan stabilisator suhu. Karaginan digunakan dalam industri makanan, kosmetik dan tekstil (Kadi, 1990).
Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada temperatur tinggi (Glicksman 1983). Karaginan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida linear yang diperoleh dari alga merah dan penting untuk pangan.

Membedakan karaginan berdasarkan kandungan sulfatnya menjadi dua fraksi yaitu kappa karaginan yang mengandung sulfat kurang dari 28 % dan iota karaginan jika lebih dari 30 %. Winarno (1996) menyatakan bahwa kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii, iota karaginan dihasilkan dari Eucheuma spinosum, sedangkan lambda karaginan dari Chondrus crispus, selanjutmya membagi karaginan menjadi 3 fraksi berdasarkan unit penyusunnya yaitu kappa, iota dan lambda karaginan.

Karaginan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah dari jenis Chondrus, Eucheuma, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora. Polisakarida ini merupakan galaktan yang mengandung ester asam sulfat antara 20 -30% dan saling berikatan dengan ikatan (1,3): B (1,4) D glikosidik secara berselang seling. Karaginan juga merupakan suatu campuran yang kompleks dari beberapa polisacharida. Lambda dan Kappa karaginan secara bersama-sama dapat diekstrak dari rumput laut jenis Chondrus crispus dan beberapa species dari Gigartina, sedangkan lota karaginan diekstrak dari Eucheuma cottinii (Aslan, 1991).

2.6 Struktur kimia karagenan
Struktur kimia karaginan ini dibedakan berdasarkan padajenis karaginannya. Dimana jenis-jenis karaginan tersebut adalah:

• Iota karagenan (ι-karagenan)
Iota karaginan adalah jenis yang paling sedikit jumlahnya di alam, dapat ditemukan di Euchema spinosum(rumput laut) dan merupakan karagenan yang paling stabil pada larutan asam dserta membentuk gel yang kuat pada larutan yang mengandung garam kalsium. Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6-anhidro-Dgalaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti kappa karaginan. Iota karaginan sering mengandung beberapa gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan pemberian alkali (Winarno 1996).

• Kappa karagenan (κ-karagenan)
Kappa karagenan merupakan jenis yang paling banya terdapat di alam (menyusun 60% dari karagenan pada Chondrus crispus dan mendominasi pada Euchema cottonii). Karagenan jenis iniakan terputus pda larutan asam, namun setelah gel terbentuk, kargenan ini akan resisten terhadap degradasi. Kappa karagenan membentuk gel yang kuat pada larutan yang mengandung garam kalium.Kappa karaginan juga tersusun dari α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6 anhidro-D-galaktosa. Karaginan jenis ini juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno 1996).

• Lambda karagenan (λ-karagenan)
Lambda karagenan adalah jenis karagenan kedua terbanyak di alam serta merupakan komponen utama pada Gigartina acicularis dan Gigatina pistillata dan menyusun 40% dari karagenan pada Chondrus crispus. Selain itu, lambda karagenan adalah yang kedua paling stabil setelah iota karagenan pada larutan asam, namun pada larutan garam, karagenan ini tidak larut dan juga lambda karaginan ini berbeda dengan kappa dan iota karaginan, karena memiliki residu disulpat α (1-4) D-galaktosa, sedangkan kappa dan iota karaginan selalu memiliki gugus 4-fosfat ester (Winarno 1996).

2.7 Biosintesa karagenan
Berdasarkan proses biosintesisnya, alga laut kaya akan senyawa turunan dari oksidasi asam lemak yang disebut oxylipin. Melalui senyawa ini berbagai jenis senyawa metabolit sekunder diproduksi. Alga merah mengandung senyawa trepenoid berhalogen dan senyawa asetogenin dengan unsur halogen utamanya yaitu bromine. Banyak senyawa metabolit berhalogen menujukkan aktifitas antiiotik. Hidrokoloid merupakan hasil dari metabolit primer dari rumput laut juga disebut dengan fikoloid.

2.8 Manfaat Karagenan
Manfaat karagenan di industri makanan dalam sistem susu sudah dikenal dan dipelajari selama bertahun-tahun. Berinteraksi sinergis dengan protein susu, terutama kasein, untuk menghasilkan peningkatan viskositas dan gelasi . Salah satu aspek dari ini 'reaktivitas susu' dari karaginan dalam sistem non-gel adalah kemampuannya untuk menghambat visual fase pemisahan antara kasein dan polisakarida yang terjadi mudah karena ketidakcocokan biopolimer stabilisator polisakarida perlu untuk ditambahkan ke produk susu untuk peningkatan produk fungsionalitas (Spagnuolo, 2005).

Manfaat karagean di industri farmasi sebagai bodying agent dan pensuspensi dalam industri cat, pertanian dan keramik, untuk pasta gigi dan obat-obatan (Winarno, 1985).

Selain itu juga berfungsi sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi kolid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air), dan flocculating agent (mengikat bahan-bahan) (Anggadireja et al, 1993).
Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilizer (penstabil), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya (Winarno, 1996).

2.9 Standar Mutu Karagenan
Menurut Committee on Food Chemicals Codex (1974), untuk dapat diklasifikasikan sebagai karaginan, polisakarida pada rumput laut harus mengandung 18- 40% asam sulfat berdasarkan berat kering dan terbagi atas tiga kelompok utama yaitu kappa, iota, dan lambda karaginan. Kappa karaginan tersusun dari 1,3-D-galaktosa-4-sulfat dan (1,4) 3,6-anhydro-D-galaktosa.

Standar mutu karaginan dalam bentuk tepung adalah 99% lolos saringan 60 mess dan memiliki tepung densitas adalah 0,7 dengan kadar air 15%. Suhu gelasi dari karaginan berbanding lurus dengan konsentrasi kation yang terdapat dalam sistem. Standar karaginan yang kini banyak dikenal adalah EEC Stabilizer Directive dan FAO atau WHO Specification (Winarno, 1985).

Standar mutu karaginan mengacu pada Committee on Food Chemicals Codex (1974), karena di Indonesia belum mempunyai standar mutu karaginan. Spesifikasi karaginan menurut CFCC :

Spesifikasi CFCC
• Zat volakl maksimal 12%
• Asam sulfat 18-40 %
• Abu 15-40%
• Viskositas (1,5% lart, 75C) min. 5cps
• Logam berat Pb (ppm) maks.10

BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
hari / tanggal : Senin, 6 Juni 2011
pukul : 08.00 – 12.30 WIB
tempat : Laboratorium Kimia Jurusan Ilmu Kelautan, FPIK, UNDIP
3.2 Alat dan Bahan
a. Alat dan Bahan
1. Timbangan = Untuk menimbang jumlah rumput laut yang akan digunakan praktik
2. Gunting = Untuk memotong rumput laut
3. Kompor pemanas Untuk memanaskan rumput laut
4. Beker glass Meletakan rumput laut saat diaduk
5. Thermometer Untuk mengukur suhu saat pemanasan
6. Kappaphycuss alvarezii Sebagai sample yang akan di ekstraksi
7. KOH Untuk menetralkan PH
8. NaOCl (Kaporit) Untuk memutihkan sample
9. Aquades Untuk mencuci Kappaphycuss alvarezii

3.3 Metode Kerja
1.Kappaphycuss alvarezii ditimbang seberat 20 gram
2.20 gram Kappaphycuss alvarezii direndam dalam air tawar selama 2 x 10 menit
3.Kappaphycuss alvarezii dipotong dengan ukuran 2-3 cm
4.Potongan Kappaphycuss alvarezii direndam dalam KOH 6 % (dibuat dari 12 gram KOH yang dilarutakan dalam 200 ml air) kemudian dipanaskan dalam suhu 500 C selama 15 menit lalu disaring
5.Hasil saringan Kappaphycuss alvarezii direndam dengan air tawar selama 3 x 10 menit atau sampai pH menjadi 9
6.Kemudian direndam lagi dengan kaporit 1000 ppm selama 10 menit
7.Hasil rendaman Kappaphycuss alvarezii dicuci atau direndam dengan air tawar selama 10 menit atau sampai bau kaporit menghilang
8.Kemudian dikeringkan pada suhu 600 C selama 24 jam
9.Setelah kering, Kappaphycuss alvarezii ditimbang dan dihitung kadar karagenan

3.4 Diagram Alir

20 gram Kappaphycuss alvarezii
Gelas beker

1.Direndam selama 2 x 10 menit
2.Dipotong menjadi 2-3 cm
3.Direndam dalam KOH 6 %
4.Dipanaskan selama 15 menit kemudian disaring
5.Direndam dengan air tawar sampai pH 9
6.Direndam dalam kaporit selama 10 menit
7.Dicuci dengan air tawar sampai bau kaporit hilang
8.Dikeringkan selama 24 jam
9.Ditimbang dan dihitung kadar karagenan

Hasil

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Hasil pencucian dengan air tawar, warna dari rumput lautnya masih tetap, dan karagenannya belum terlihat karena masih bercampur dengan zat lain.
Hasil perendaman menggunakan KOH 6%, warna rumput laut kuning dan bercampur dengan larutan KOH tersebut, setelah dipanaskan warnanya menjadi kuning pekat.
Hasil pencucian menggunakan air tawar, warna rumput laut masih agak kuning, dan PH yang didapat adalah 9.
Hasil dari penambahan kaporit, didapatkan karagenan warna putih kekuningan tapi agak pudar.
Dari praktikum ini didapatkan warna karagenan berwarna putih kecoklatan, dengan berat 5,50 gram, dengan kadar karagenan 27,5 %
Kadar karagenan = (Berat karagenan kering)/(Berat Rumput Laut) x 100%

Kadar karagenan = 5,50/20 x 100%
= 27,5 %
Hasil praktikum dari semua kelompok dapat dilihat pada tabel:
Kelompok Berat karagenan kering Kadar karagenan
1A 5,10 gram 3,98 %
1B 4,30 gram 29,25 %
1C 6,65 gram 3,98 %
2A 1,80 gram 19,9 %
2B 2,32 gram 27,5 %
2C 2,50 gram 16,4 %

Pembahasan
Pembuatan larutan KOH
KOH 6% artinya perbandingan jumlah KOH dengan volume aquadest adalah 6:100. Dimana 6 gram KOH dilarutkan dalam 100 ml air. Karena jumlah sampel yang digunakan (Kappaphycuss alvarezii) sebanyak 20 gram, maka jumlah KOH dan aquadest pun disesuaikan yaitu dengan menggunakan jumlah KOH 12 gram dan aquadest 200 ml. Dimana hasil ini tidak merubah konsentrasi Larutan KOH yang dihasilkan karena perbandingan yang digunakannya juga sama yaitu 12:200=6:100 dan larutan KOH yang dihasilkannya pun sama larutan KOH 6%.

Mengisolasi karagenan dari rumput laut Kappaphycuss alvarezii
Penimbangan sampel
Penimbangan ini dilakukan untuk mengetahui berapa banyak sampel yang kita butuhkan, dan dari banyak sampel yang digunakan ini juga kita dapat memprediksi kira-kira berapa banyak Larutan basa yang diperlukan, dan berapa persen karagenan yang akan dihasilkan.

Pencucian sampel dengan air tawar
Pencucian sampel menggunakan air tawar dimaksudkan agar sampel terpisah dari kemungkinan pasir yang masih menempel pada sampel. Selain itu, pencucian menggunakan air tawar ini juga untuk menghilangkan rasa asin pada sampel sehingga sampel menjadi berasa tawar.

Pemotongan sampel menjadi kecil-kecil
Pemotongan rumput laut Kappaphycuss alvarezii menjadi ukuran 2-3 cm ini bertujuan agar rumput laut itu lebih mudah untuk perendaman dan ukuran yang dihasilkan nantinya sama dan juga memudahkan proses pengolahannya.

Perendaman pada KOH
KOH merupakan salah satu basa kuat dan barsifat alkali. maka dengan penambahan larutan alkali pada sampel ini ada dua fungsi yaitu membantu ekstraksi polisakarida menjadi lebih sempurna dan mempercepat eliminasi 6 sulfat dari unit monomer menjadi 3,6-anhidro-D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan reaktifitas produk terhadap protein (Guiseley dalam Anggraini, 2004). Menurut Istini et. al. Dalam Iza (2001) suasana alkalis dapat diperoleh dengan menambahkan larutan basa misalnya NaOH, atau KOH sehingga pH larutan mencapai 9,0 – 9,6. Dan pada praktikum ini menggunakan larutan KOH sebagai pembuat suasana alkalisnya.

Pencucian sampel dengan air
Pencucian ini dimaksudkan untuk membersihkan jika dimungkinkan masih ada sulfat yang menempel dan menetralkan sampel pada pH 9 dan juga supaya sisa KOH yang masih menempel bisa ternetralisir.

Penambahan kaporit 1000 ppm
Penambahan kaporit ini adalah tahapan akhir dari ekstraksi karagenan. Dimana penambahan kaporit ini dimaksudkan untuk memisahkan karagenan dari ekstraknya, dengan mengendapkan ekstraknya sehingga terpisah dari karagenan dan akhirnya kita mndapatkan karagenan dengan warna putih.
Pencucian karagenan dengan air
Pencucian ini dimaksudkan untuk membersihkan karagenan dari kaporit yang menimbulkan bau yang khas. Dari hasil pencucian ini didapatkan karagenan berwarna putih dan memiliki aroma/bau khas karagenan.

Proses pengeringan karagenan
Proses pengeringan karagenan ada dua cara, yaitu dengan mengeringkannya dibawah sinar matahari langsung atau menggunakan oven. Pada praktikum kali ini, karena cuaca disemarang bagus maka kami melakukan pengeringan dengan menjemur karagenan dibaeah sinar matahari selama 12 jam dan didapatkan karagenan kering berwarna putih.
Penimbangan karagenan
Penimbngan ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa berat karagenan yang dihasilkan, berapa presentase karagenannya dan bisa mengetahui berat yang hilangnya. Dari praktikum kali ini dengan didapatkan berat karagenan sebanyak 5,50 gram dengan kadar karaginan 27,5%.

Pengemasan karagenan
Pengemasan ini dilakukan ketika sampel sudah kering dan dilakukan penimbngan maka karagenen yang dihasilkan itu harus disimpan dalam tempat/plastik yang kedap udara supaya karagenan tersebut terhindar dari zat lain dan terjaga kelembapannya.

Perbandingan tiap percobaan
Dari beberapa praktikum yang dilakukan, baik itu menggunakan sampel yang sama (Kappaphycuss alvarezii) atau menggunakan sampel berbeda (E.spinosium) mendapatkan hasil yang berbeda-beda. Untuk praktikum dengan sampel sama (sama-sama Kappaphycuss alvarezii) didapatkan hasil yang berbeda itu ada beberapa kemungkinan yang menyababkan hal itu terjadi, diantarnya: perbedaan pada proses penimbangan awal pengambilan sampel, ketidak telitian ketika pencucian sampel menggunakan air. Karena ketika pencucian itu menggunakan wadah dan langsung disaring menggunakan penyaring dan dikembalikan lagi ke wadah, sehingga dari proses itu dimungkinkan untuk banyak sampel yang terbuang terbawa air tanpa bisa dari dan diketahui oleh praktikan itu sendiri. Begitupun untuk praktikum dengan sampel yang berbeda (menggunakan sampel E.spinosium) kemungkinan seperti itu bisa terjadi.
Hasil dari praktikum itu bisa berbeda juga ada kemungkinan karena kandungan garam dan sulfat dari tiap sampel itu berbeda, sehingga ketika garam dan sulfat itu terpisah secara otomatis kadar karagenannya pun akan berbeda.

Selain itu, hasil dari Kappaphycus alvarezi dan E.spinosium berbeda karena kadar sulfat yang dikandung oleh kedua jenis karagenan tersebut juga berbeda. Untuk E.spinosium yang mengandung iota karagenan mengandung kadar sulfat lebih dari 30%. Sedangkan untuk Kappaphycus alvarezi yang mengandung kappa karagenan mengandung kadar sulfat kurang dari 28% (Doty,1987). Dari hal itu untuk kedua jenis ini kenapa hasil karagenannya berbeda, karena ketika ekstraksi pemisahan sulfat dan sulfat yang terkandung terpisah maka sisa sampel dari sampel itu akan berbeda pula dan hasil karagenan yang dihasilkannya pun akan berbeda.


BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Rumput laut merupakan biota yang belum bisa dibedakan akar batang dan daunnya, dan pembagiannya didasarkan pada kandungan pigmennya yaitu Chlorophyta (pigmen hujau), phaeophyta (pigmen coklatat), dan rhodophyta (dominan pigmen merah)
Karagenan dibagi menjadi tiga fraksi berdasarkan penyususnya, yaitu iota karagenan, lamda karagenan, dan kappa karagenan

Saran
Untuk praktikum selanjutnya, ikuti setiap instruksi dengan baik dan lakukan setiap langkah pada setiap percobaan dengan teliti.
Pelajari materi dan petunjuk praktikum dengan baik sebelum melakukan praktikum



DAFTAR PUSTAKA

Anggadireja, J.T dkk. 1993. Rumput Laut.. Penebar Swadaya, Jakarta.
Aslan, L. M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta
_________. 1995. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta
. .1998. Seri Budi Daya Rumput Laut. Kanisius.Yogyakarta
Atmadja, W.S., Sulistijo, Kadi, A.,Sahari, R. 1996. Pengenalan Jenis Rumput Laut di Indonesia. P30 LIPI, Jakarta
Bold, H. C. and M.J Wynne. 1985. Introduction to the Algae. Second edition. Prentice-Hall,Inc. Engelwoods Cliffs. New Jersey. 720 pp.
Carpenter, K. E. and V.H. Niem. 1998. FAO Species Identification Guide for Fishery Purphoses. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Vol.1. Seaweeds, Corals, Bivalves and Gastropods. Rome, FAO.686 pp.
Doty MS. 1971. Measurement of Water Movement in References to Benthic Algae Growth. Bot Mar. XIV:32-35
Duddington, C. L. 1971. Beginners Guide to Seaweed. Pelham Book Ltd. London
Jana-Anggadiredjo, 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kadi, A. 1990. Inventarisasi Rumput Laut di Teluk Tering dalam Perairan Pulau Bangka, (ed) Anonimous. LIPI. Jakarta. hal : 45 - 50.
Poncomulyo,Taurino.dkk.2006.Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut.PT Agro Media: Jakarta.
Romimohtarto Kasijan-Sri Juwana. 2001. Biologi Laut-Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.
Soegiarto, A., Sulistijo, W.S. Atamadja, dan H. Mubarak. 1978. Rumput Laut (Algae). Manfaat, potensi dan usaha budidayanya. LON LIPI
Soelistyo. 1987. Rumput Laut (Algae) Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya. Lembaga Oceanologi Nasional. LIPI. Jakarta. 89 hal.
Soenardjo. N. 2003. Membudidayakan Rumput Laut Secara Monokultur. Program Community College. Industri Kelautan dan Perikanan. Unversitas Diponegoro. Semarang.
Spagnuolo. P.A. D.G. Dalgleish, H.D. Goff, E.R. Morris. 2005. Kappa-Carrageenan Interactions In Systems Containing Casein Micelles accccnd Polysaccharide Stabilizers. Department of Food Science, University of Guelph, Gordon Street Guelph, Ont., Canada. Food Hydrocolloids 19 (2005) 371–377
Suryaningrum., D., Murdinah., Arifin M. 2000. Penggunaan kappa-karaginan sebagai bahan penstabil pada pembuatan fish meat loaf dari ikan tongkol (Euthyinnus pelamys. L). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol: 8/6.
Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Yusuf M.I. 2004. Produksi, Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty (1988) yang Dibudidayakan Dengan Sistem Air Media dan Tallus Benih Yang Berbeda. (Disertasi) Program Pasca Sarjana Universitas Hasanudin, Makassar. Hlm 13-15.

1 komentar:

  1. Menjual berbagai macam jenis Chemical untuk cooling tower chiller Boiler evapko STP wwtp dll untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com terima kasih

    BalasHapus