Powered By Blogger

Sabtu, 11 Juni 2011

Lamun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Di laut kita terdapat dua kelompok utama tumbuh-tumbuhan berbunga yang keduanya membentuk ekosistem yang penting di wilayah pantai, yaitu lamun dan mangrove (K. Romimohtarto dan Sri Juwana, 2009). Lamun memiliki perbedaan yang nyata dengan tumbuhan yang hidup terbenam dalam laut lainnya, seperti makro alga atau rumput laut (seaweeds). Tanaman lamun memiliki bunga dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih. Pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti kondisi fisiologis dan metabolisme; serta faktor eksternal, seperti zat-zat hara dan tingkat kesuburan perairan.

Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1) Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut (Gambar 17), seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Archaster sp., Linckia sp.), dan cacing Polikaeta (http://blog.unila.ac.id/ekoefendi/2009/08/21/ekosistem-lamun/)

Lamun (seagrasses), atau disebut juga ilalang laut, adalah satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yag tercatat di lingkungan laut. Tumbuh tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal. (K. Romimohtarto dan Sri Juwana, 2009). Lamun juga memilki peran terhadap organisme lain secara langsung maupun tak langsung. Salah satunya adalah sebagai habitat dari suatu biota. Oleh karena itu keberadaan lamun sangatlah penting untuk dijaga.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah:
1. Mengetahui keanekaragaman biota di ekosistem padang lamun.
2. Mengetahui hubungan / interaksi antar biota pada ekosistem padang lamun.
3. Mampu menganalisa faktor pertumbuhan dari biota yang terdapat pada ekosistem padang lamun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lamun
Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut (Sheppard et al., 1996). Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air, beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas (Pipit Fitriana,2007).


Gambar 1. Berbagai Macam Jenis Lamun
Dalam ekosistem lamun, rantai makanan tersusun dari tingkat-tingkat trofik yang mencakup proses dan pengangkutan detritus organik dari ekosistem lamun ke konsumen yang agak rumit. Sumber bahan organik berasal dari produk lamun itu sendiri, di samping tambahan dari epifit dan alga makrobentos, fitoplankton dan tanaman darat. Zat organik dimakan fauna melalui perumputan (grazing) atau pemanfaatan detritus (K. Romimohtarto dan Sri Juwana, 2009).

Secara rinci klasifikasi lamun menurut Den Hartog (1970) dan Menez, Phillips, dan Calumpong (1983) adalah sebagai berikut :
Devisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Famili : Potamogetonacea
Subfamili : Zosteroideae
Genus : Zostera, Phyllospadix, Heterozostera

2.2 Habitat Lamun
Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati, dengan kedalaman 4 meter. Padang lamun terbentuk di dasar laut yang masih ditembusi cahaya matahari yang cukup untuk pertumbuhannya (http://dwiajengpramesti.wordpress.com/2010/01/08/lamun-seagrass/).

Untuk hidupnya, lamun memerlukan sinar matahari, air yang jernih dan banyak zat makanan. Itulah sebabnya lamun hidup di perairan dekat pantai yang berpasir atau berlumpur (Kiki Anggraini,2008).

Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem).Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang (http://blog.unila.ac.id/ekoefendi/2009/08/21/ekosistem-lamun/).


2.3 Morfologi Lamun
Seperti tumbuhan pada umumnya, lamun memiliki morfologi antara lain daun, batang dan rhizoma, serta akar.

2.3.1 Daun
Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah.

Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis.

2.3.2 Batang dan Rhizoma
Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah herbaceous, walaupun pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial) yang memiliki rhizoma berkayu yang memungkinkan spesies ini hidup pada habitat karang yang bervariasi dimana spesies lain tidak bisa hidup. Kemampuannya untuk tumbuh pada substrat yang keras menjadikan T. Ciliatum memiliki energi yang kuat dan dapat hidup berkoloni disepanjang hamparan terumbu karang di pantai selatan Bali, yang merupakan perairan yang terbuka terhadap laut Indian yang memiliki gelombang yang kuat.

Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung dari susunan saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar, menancapkan tumbuhan ke dalam substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif. Dan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif merupakan hal yang lebih penting daripada reproduksi dengan pembibitan karena lebih menguntungkan untuk penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60-80% biomas lamun.

2.3.3 Akar
Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang dapat digunakan untuk taksonomi. Akar pada beberapa spesies seperti Halophila dan Halodule memiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil, sedangkan spesies Thalassodendron memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar dan akar rambut lamun tidak berkembang dengan baik. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat.
Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma, dan memiliki adaptasi khusus (contoh : aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik untuk menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting dalam penyaluran air.
Patriquin (1972) menjelaskan bahwa lamun mampu untuk menyerap nutrien dari dalam substrat (interstitial) melalui sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh bakteri heterotropik di dalam rhizosper Halophila ovalis, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii cukup tinggi lebih dari 40 mg N.m-2.day-1. Koloni bakteri yang ditemukan di lamun memiliki peran yang penting dalam penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien oleh akar. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar yang penting dalam metabolisme untuk menyusun struktur komponen sel.
Lamun sering ditemukan di perairan dangkal daerah pasang surut yang memiliki substrat lumpur berpasir dan kaya akan bahan organik. Pada daerah yang terlindung dengan sirkulasi air rendah (arus dan gelombang) dan merupakan kondisi yang kurang menguntungkan (temperatur tinggi, anoxia, terbuka terhadap udara, dll) seringkali mendukung perkembangan lamun. Kondisi anoksik di sedimen merupakan hal yang menyebabkan penumpukan posfor yang siap untuk diserap oleh akar lamun dan selanjutnya disalurkan ke bagian tumbuhan yang membutuhkan untuk pertumbuhan.
Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen untuk proses fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi sepanjang sistem lakunal (udara) yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang disimpan di akar dan rhizoma digunakan untuk metabolisme dasar sel kortikal dan epidermis seperti yang dilakukan oleh mikroflora di rhizospher. Beberapa lamun diketahui mengeluarkan oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis) sedangkan spesies lain (Thallassia testudinum) terlihat menjadi lebih baik pada kondisi anoksik. Larkum et al (1989) menekankan bahwa transport oksigen ke akar mengalami penurunan tergantung kebutuhan metabolisme sel epidermal akar dan mikroflora yang berasosiasi. Melalui sistem akar dan rhizoma, lamun dapat memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui transpor oksigen dan kandungan kimia lain. Kondisi ini juga dapat menjelaskan jika lamun dapat memodifikasi sistem lakunal berdasarkan tingkat anoksia di sedimen. Dengan demikian pengeluaran oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari detoksifikasi yang sama dengan yang dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini merupakan adaptasi untuk kondisi anoksik yang sering ditemukan pada substrat yang memiliki sedimen liat atau lumpur. Karena akar lamun merupakan tempat untuk melakukan metabolisme aktif (respirasi) maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar relatif tinggi.

2.4 Padang Lamun
Padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun atau rumput-rumputan laut (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut. Lamun tidak sama dengan rumput laut, yang sebagian jenisnya digunakan sebagai bahan agar-agar, yang sesungguhnya lebih tepat disebut alga laut. Jenis-jenis lamun ini termasuk ke dalam empat suku (familia) yakni Posidoniaceae, Zosteraceae, Hydrocharitaceae, dan Cymodoceaceae.
Lamun biasa tumbuh di atas paparan pasir atau lumpur yang terendam air laut dangkal. Karena perlu berfotosintesis, komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu di mana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut.

Gambar 2. Padang Lamun
Padang lamun merupakan suatu komunitas dengan produktivitas primer dan sekunder yang sangat tinggi, detritus yang dihasilkan sangat banyak, dan mampu mendukung berbagai macam komunitas hewan.

2.5 Sifat Ekologis
Keragaman jenis-jenis lamun sesungguhnya tak berapa tinggi. Total hanya sekitar 50 jenis lamun di seluruh dunia (den Hartog 1977 dalam Nybakken 1988). Akan tetapi padang lamun memiliki sifat-sifat ekologis penting sebagai habitat aneka jenis hewan, terutama ikan-ikan kecil dan avertebrata (hewan tak bertulang belakang).
Lamun tumbuh dengan padat sampai dengan 4.000 individu/m², sehingga membentuk lapisan serupa permadani (Nybakken 1988). Jenis-jenis lamun ini memiliki morfologi yang kurang lebih serupa, berdaun panjang dan tipis yang tumbuh dari rizoma (akar tinggal) yang menjalar di bawah lapisan pasir. Oleh sebab itu lamun dapat tumbuh rapat dan padat berdekatan.

Struktur demikian bersifat meredam gerak arus dan gelombang, sehingga padang lamun yang luas bisa lebih tenang dari lingkungan di sekitarnya. Struktur dan kondisi lingkungan serupa itu pada gilirannya memungkinkan butir-butir debu dan aneka serpih bahan padat yang melayang-layang terbawa air laut terendapkan di paparan lamun.

Lingkungan yang tenang, tersedianya banyak sumber makanan serta cover (perlindungan) berupa tutupan vegetasi lamun, telah menarik kehadiran aneka invertebrata dan ikan-ikan kecil. Daun-daun lamun juga berasosiasi dengan beberapa jenis alga laut kecil yang bersifat epifit, yang merupakan makanan bagi kebanyakan hewan kecil itu. Dengan demikian tidak mengherankan apabila padang lamun ini menjadi habitat yang kaya jenis-jenis hewan laut.
Padang lamun menyebar hampir di seluruh kawasan pesisir di Indonesia. Kedalaman laut yang dapat dicapai oleh ekosistem ini sekitar 50-60 m, bergantung pada topografi dan kecerahan laut setempat. Akan tetapi umumnya padang lamun berada pada kedalaman sekitar 1-10 m atau lebih sedikit. Pada saat surut terendah, padang-padang lamun di tempat dangkal kerap mengering dan terpajan sinar matahari.


2.6 Biota Padang Lamun
Seperti diuraikan di atas, keragaman spesies lamunnya sendiri tidak seberapa banyak. Di Indonesia sendiri hanya didapati sekitar 12 spesies dari tujuh marga (genus). Jenis-jenis itu tergolong ke dalam suku Hydrocharitaceae (marga-marga Enhalus, Halophila dan Thalassia) dan Potamogetonaceae (Cymodocea, Halodule, Syringodium dan Thalassodendron). Tidak hanya hidup di padang lamun, tumbuhan laut ini juga kerap didapati di sela-sela terumbu karang (Nontji 1987).
Meski demikian, padang lamun merupakan salah satu bentuk ekosistem laut yang kaya jenis. Kekayaan ini terutama ditunjukkan oleh jenis-jenis hewan yang hidup di sini, baik sebagai penetap maupun pengunjung yang setia. Aneka jenis cacing, moluska (siput dan kerang), teripang, ketam dan udang, dan berbagai jenis ikan kecil hidup menetap di sela-sela kerimbunan jurai-jurai lamun. Juga beberapa jenis bulu babi yang hidup dari daun-daun lamun.

Gambar 3. Crustacea merupakan salah satu penghuni padang lamun.
Di samping itu berbagai jenis hewan dan ikan juga menggunakan padang lamun ini sebagai tempat memijah dan membesarkan anak-anaknya. Di antaranya adalah ikan beronang (Siganus spp.) dan beberapa jenis udang (Penaeus spp.). Beberapa jenis reptil dan mamalia laut juga memanfaatkan padang lamun sebagai tempat mencari makanan. Misalnya penyu hijau (Chelonia mydas), duyung alias dugong (Dugong dugong) di perairan Australasia serta manate (Trichechus manatus) di Karibia. Duyung dan manate adalah mamalia herbivor yang mengkonsumsi lamun sebagai makanan utamanya.

Di saat air laut surut, padang lamun yang mengering sementara ini sering pula dikunjungi oleh berbagai jenis burung dan hewan, yang sibuk mencari ikan-ikan dan hewan kecil yang terjebak dan tertinggal di antara kusutnya lamun. Burung-burung merandai dari suku Charadriidae, Scolopacidae dan Burhinidae kerap berdatangan untuk memburu aneka cacing, moluska dan ikan-ikan kecil sebagai makanannya. Demikian pula kuntul karang (Egretta). Di bagian yang dekat daratan sering pula dikunjungi biawak (Varanus) dan monyet kera (Macaca) untuk mencari makanan yang serupa.

2.7 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Lamun
Parameter lingkungan utama yang mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan ekosistem padang lamun adalah :

2.7.1 Kecerahan
Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan proses fotosintesis. Hal ini terbukti dari hasil obserfasi yang menunjukkan bahwa distribusi padang lamun hanya terbatas pada perairan yang tidak terlalu dalam. Namun demikian pengatan di lapangan mengatakan bahwa sebaran komunitas lamun di dunia masih ditemukan hingga kedalaman 90 meter, asalkan kedalaman ini masih dapat cahaya matahari. Beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan muatan sedimen pada bahan air akan berakibat pada tingginya kekeruhan perairan, sehingga berfungsi mengurangi penetrasi cahaya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan pada produktivitas primer ekosistem padang lamun (http://fpik.bunghatta.ac.id).
Erftemeijer (1993) mendapatkan intensitas cahaya pada perairan yang jernih di Pulau Barang Lompo mencapai 400 u,E/m2/dtk pada kedalaman 15 meter. Sedangkan di Gusung Tallang yang mempunyai perairan keruh didapatkan intensitas cahaya sebesar 200 uJ3/m2/dtk pada kedalaman 1 meter.
Pada perairan pantai yang keruh, maka cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi lamun (Hutomo 1997). Hamid (1996) melaporkan adanya pengaruh nyata kekeruhan terhadap pertumbuhan panjang dan bobot E. acoroides.

2.7.2 Suhu
Beberapa peneliti melaporkan adanya pengaruh nyata perubahan suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun (Brouns dan Hiejs 1986; Marsh et al. 1986; Bulthuis 1987). Marsh et al. (1986) melaporkan bahwa pada kisaran suhu 25 - 30°C fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C.

Pengaruh suhu juga terlihat pada biomassa Cymodocea nodosa, dimana pola fluktuasi biomassa mengikuti pola fluktuasi suhu (Perez dan Romero 1992). Penelitian yang dilakukan Barber (1985) melaporkan produktivitas lamun yang tinggi pada suhu tinggi, bahkan diantara faktor lingkungan yang diamati hanya suhu yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas tersebut. Pada kisaran suhu 10­35 °C produktivitas lamun meningkat dengan meningkatnya suhu.

2.7.3 Salinitas
Spesies lamun mempunyai kemampuan toleransi yang berbedabeda terhadap salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebih besar, yaitu antara 40 o/oo. Nilai salinitas optimum untuk spesies lamun adalah 35 o/oo. Salah satu yang menyebabkan kerusakan ekosistem padang lamun adalah meningkatnya salinitas yang diakibatkan oleh berkurangnya suplai air tawar dari sungai (http://fpik.bunghatta.ac.id).
Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat menoleransi fluktuasi salinitas yang besar (Zieman 1986). Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan hidup dari salinitas 3,5-60 °°/o, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35 °°/0.

Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis antartica biomassa, produktivitas dan kecepatan pulih tertinggi ditemukan pada salinitas 42,5 °°/o. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun (Walker 1985).
Berbeda dengan hasil penelitian tersebut di atas, Mellors et al. (1993) dan Nateekarnchanalarp dan Sudara (1992) yang melakukan penelitian di Thailand tidak menemukan adanya pengaruh salinitas yang berarti terhadap faktor-faktor biotik lamun.

2.7.4 Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe substrat, mulai dari lumpur sampai sedimen dasar yang terdiri dari endapan lumpur halus sebesar 40%. Kedalaman substrat berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencakup 2 hal yaitu pelindung tanaman dari arus air laut, dan tempat pengolahan serta pemasok nutrien. Kedalaman sedimen yang cukup merupakan kebutuhan utama untuk pertumbuhan dan perkembangan habitat lamun (http://fpik.bunghatta.ac.id).
Tipe substrat juga mempengaruhi standing crop lamun (Zieman 1986). Selain itu rasio biomassa di atas dan dibawah substrat sangat bervariasi antar jenis substrat. Pada Thalassia, rasio bertambah dari 1 : 3 pada lumpur halus menjadi 1 : 5 pada lumpur dan 1 : 7 pada pasir kasar (Burkholder et al. 1959 dalam Zieman 1986).

2.7.5 Kecepatan arus perairan
Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Pada saat kecepatan arus sekitar 0.5 m detik-1, jenis turtle grass (Thalassia testudium) mempunyai kemampuan maksimal untuk tumbuh (http://fpik.bunghatta.ac.id).


2.7.6 Kedalaman
Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia, Sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah (Hutomo 1997). Selain itu, kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan lamun. Brouns dan Heijs (1986) mendapatkan pertumbuhan tertinggi E. acoroides pada lokasi yang dangkal dengan suhu tinggi. Selain itu di Teluk Tampa Florida ditemukan kerapatan T. testudinwn tertinggi pada kedalaman sekhar 100 cm dan menurun sampai pada kedalaman 150 cm (Durako dan Moffler 1985).

2.7.7 Nutrient
Dinamika nutrien memegang peranan kunci pada ekosistem padang lamun dan ekosistem lainnya. Ketersediaan nutrien menjadi fektor pembatas pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun pada perairan yang jernih (Hutomo 1997).
Unsur N dan P sedimen berada dalam bentuk terlarut di air antara, terjerap/dapat dipertukarkan dan terikat. Hanya bentuk terlarut dan dapat dipertukarkan yang dapat dimanfeatkan oleh lamun (Udy dan Dennison 1996). Dhambahkan bahwa kapasitas sedimen kalsium karbonat dalam menyerap fosfat sangat dipengaruhi oleh ukuran sedimen, dimana sedimen hahis mempunyai kapasitas penyerapan yang paling tinggi.
Di Pulau Barang Lompo kadar nitrat dan fosfet di air antara lebih besar dibanding di air kolom, dimana di air antara ditemukan sebesar 45,5 uM (nitrat) dan 7,1118 uM (fosfet), sedangkan di air kolom sebesar 21,75 uM (nitrat) dan 0,8397 uM (fosfet) (Noor et al 1996).

Penyerapan nutrien oleh lamun dilakukan oleh daun dan akar. Penyerapan oleh daun umumnya tidak terlalu besar terutama di daerah tropik (Dawes 1981). Penyerapan nutrien dominan dilakukan oleh akar lamun (Erftemeijer 1993). Mellor et al. (1993) melaporkan tidak ditemukannya hubungan antara faktor biotik lamun dengan nutrien kolom air.

2.8 Peranan Padang Lamun
Padang-padang lamun sering kali tumbuh luas menutupi wilayah-wilayah paparan benua. Dengan demikian menciptakan lingkungan dengan produktifitas tinggi yang tak bisa diabaikan. Kisaran produktifitas ini diperkirakan antara 500 – 1.000 C/m²/tahun (McRoy dan McMillan 1977 dalam Nybakken 1988), yang merupakan daerah paling produktif di laut setelah produktifitas plankton dan kebun kelp di daerah dingin.

Lamun sendiri tidak banyak dimanfaatkan secara langsung oleh manusia. Hanya ada beberapa jenis yang buahnya digunakan sebagai bahan makanan, itu pun bukan pada skala yang penting. Akan tetapi lamun penting secara ekologi karena menyerap nutrien dari tempat tumbuhnya yang berupa sedimen lumpur dan pasir. Dengan demikian lamun telah mengambil kembali nutrien dari dasar laut dan mengembalikannya ke dalam rantai makanan ekosistem. Sesuatu yang tak bisa dilakukan oleh alga laut yang mengandalkan nutrien yang terkandung dalam air saja.

Walaupun begitu, sejauh ini belum banyak diketahui bagaimana rantai energi dan nutrien tersebut selanjutnya berperan dalam ekosistem pesisir yang lebih luas. Selain duyung, manate dan penyu, tidak banyak jenis ikan dan invertebrata yang diketahui memakan daun-daun lamun ini. Sehingga kemungkinan yang paling besar, lamun ini menyumbang ke dalam ekosistem pantai melalui detritus, yakni serpih-serpih bahan organik (daun, rimpang dll.) yang membusuk yang diangkut arus laut dan menjadi bahan makanan berbagai organisme pemakan detritus (dekomposer). (Nybakken 1988).

Gambar 4. Penyu yang merumput (grazzing) pada Padang Lamun
Secara fisik, sebagaimana diterangkan di atas, padang lamun juga telah mengubah lingkungan laut menjadi lebih tenang dan memerangkap berbagai sedimen. Perakaran lamun yang membentuk jalinan akar rimpang di bawah lapisan sedimen, telah membantu menstabilkan dasar laut serta melindunginya dari erosi pantai (abrasi) dan pasang surut.
Tutupan (coverage) tajuk rumput lamun ini juga memberikan naungan dari cahaya matahari langsung, menciptakan iklim mikro khusus di dasar perairan. Pada saat air laut surut, daun-daun lamun melindungi substrat dari teriknya matahari dan mencegah penghuninya dari kekeringan yang mematikan.

2.9 Lamun Sebagai Kunci Faktor Lingkungan
Sebaran dan pertumbuhan lamun ditentukan oleh berbagai faktor kualitas air seperti suhu, salinitas, ketersediaan nutrien, karakteristik dasar perairan, kekeruhan/kecerahan dan iradiasi matahari. Telah diketahui bahwa keterse-diaan nutrien mempengaruhi pertumbuhan, sebaran, morfologi dan daur musiman komunitas lamun. Sementara itu, lamun juga tergantung padan tingkat kecerahan air tertentu agar dapat melakukan proses fotosintesis. Peningkatan kekeruhan dan sedimentasi memberikan dampak menurunnya kesehatan dan produktivitas lamun.
Meskipun peristiwa alami telah diketahui menyebabkan kematian padang lamun secara global maupun lokal, bukti-bukti mutakhir memperlihatkan bahwa bertambahnya populasi manusia merupakan penyebab utama hilangnya habitat padang lamun. Meningkatnya aktifitas manusia telah menambah jumlah input nutrien dari daratan dan telah mematikan habitat padang lamun di berbagai wilayah. Kegiatan manusia yang paling mempengaruhi lamun adalah kegiatan-kegiatan di darat yang berdampak mengubah kualitas dan kecerahan air. Aktifitas-aktivitas tersebut meliputi pelepasan nutrien dan sedimen yang berasal dari usaha pertanian dan limbah domestik, pengerukan dan pengurugan, limbah perkotaan, pengembangan daerah hulu dan kegiatan perikanan tertentu seperti pertambakan.

Peningkatan nutrien di suatu perairan merupakan faktor penyebab turunnya kualitas perairan yang menstimulasi pertumbuhan rumput laut. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya kandungan nutrien berkorelasi dengan penyempitan sebaran padang lamun di beberapa perairan estuaria.
Peningkatan nutrien dapat berdampak memperlambat kolonisasi dan pertumbuhan, apabila berlangsung terus menerus maka kemampuan tumbuh dan penyebaran terus menurun sehingga dapat mengakibatkan hilangnya padang lamun. Hilangnya padang lamun akan menyebabkan peru-bahan daur makanan dan diikuti oleh pergantian produsen primer dari tumbuhan bentik ke fitoplankton dan berkurangnya jumlah detritus daun.
Dampak nutrien terhadap lamun dapat dibagi dalam empat kategori yaitu: dampak struktural, penyakit, penurunan fotosintesis dan perubahan ekosistem.

2.9.1 Dampak struktural
Pada kondisi kandungan nutrien tinggi, lamun menyerap kelebihan nutrien dari perairan. Hal tersebut dapat menimbulkan "stress" di dalam tumbuhan karena kurangnya ketersediaan ruangan di dalam jaringan interseluler untuk menampung akumulasi nitrat. Sebagai konsekuensinya, banyak nitrat yang akan diubah menjadi amonia sehingga dibutuhkan sejumlah karbon untuk mengkonversikan menjadi asam-asam amino. Apabila hal tersebut berlangsung terus menerus dalam kurun waktu lama, tumbuhan tersebut tidak mampu lagi memfiksasi karbon yang dibutuhkan. Kekurangan karbon di dalam jaringan seluler akhirnya akan memberikan dampak buruk terhadap keutuhan struktur lamun dan akhirnya mematikan tumbuhan tersebut.

2.9.2 Penyakit
Stres fisiologis yang disebabkan oleh ketidak-seimbangan pasokan nutrien juga dapat melemahkan tanaman sehingga rentan terhadap penyakit. Hal tersebut mungkin disebabkan berkurangnya produksi senyawa antimikroba pada kondisi nitrat yang berlebihan.

2.9.3 Penurunan fotosistesis
Peningkatan tumbuhnya biota penempel di permukaan daun lamun yang disebabkan oleh bertambahnya nutrien yang dapat diserap oleh algae epifitik dapat membatasi sinar matahari yang jatuh di permukaan daun lamun di bawahnya. Pengurangan cahaya yang mencapai khloroplast lamun mengurangi efektifitas fotosintesis. Penurunan efektifitas fotosintesis tersebut akan lebih mempercepat hilangnya keutuhan struktural dan meningkatkan terjangkitnya penyakit. Banyak dokumentasi kasus-kasus mengenai hilangnya padang lamun yang berkaitan dengan eutrofikasi karena peningkatan nutrien di perairan sehingga mengurangi penetrasi cahaya, atau berkurangnya cahaya yang dapat mencapai permukaan daun lamun karena terhalang oleh algae epifitik yang tumbuh di daun lamun.

2.9.4 Perubahan ekosistem
Pengayaan nutrien dapat meningkatkan pertumbuhan algae makroskopik maupun mikroskopik pada permukaan daun lamun. Nutrien memang dibutuhkan bagi pertumbuhan lamun, tetapi konsentrasi di tubuhnya lebih rendah daripada di tubuh algae makro. Karena perbedaan rasio di dalam karbon: nitrogen: dan fosfor, algae makro dapat mendominasi lamun pada kondisi nutrien yang berlebihan, baik sebagai epifit maupun spesies yang terapung bebas yang sebenarnya berasal dari bentuk yang menempel. Pertumbuhan epifit yang meningkat, pada akhirnya mengurangi sinar matahari sampai 65 % yang mengurangi laju fotosintesis dan kerapatan daun lamun. Akhirnya merubah komposisi komunitas padang lamun secara keseluruhan.

2.10 Ancaman Kelestarian Padang Lamun
Padang lamun diketahui sebagai salah satu habitat yang rentan terhadap kerusakan. Aneka kegiatan manusia diketahui memberikan dampak negatif yang merusak padang lamun (Fairhust & Graham 2003, Terrados & Duarte 2003).
Kegiatan pembangunan yang pesat dan perubahan peruntukan lahan di wilayah pantai telah meningkatkan masuknya sedimen ke laut dan menimbulkan eutrofikasi. Bertambahnya pelumpuran ini telah menaikkan konsentrasi lumpur, bahan organik, dan nutrien, serta telah meningkatkan kekeruhan air laut, yang pada gilirannya mengurangi kedalaman laut yang dapat dicapai cahaya matahari. Semua hal-hal ini berpengaruh buruk bagi ekosistem padang lamun.

Masuknya lumpur serta berjenis-jenis bahan organik yang dihasilkan aktivitas manusia ke laut juga telah meningkatkan jumlah dan jenis nutrien yang masuk ke padang lamun. Sementara sebagian nutrien dibutuhkan untuk tumbuhnya lamun, sebagian nutrien yang lain mungkin menghasilkan efek racun bagi lingkungan lamun. Nutrien yang semakin banyak dalam air juga meningkatkan pertumbuhan alga epifitik yang tumbuh menempel di daun-daun lamun, dan mengurangi kemampuan lamun berfotosintesis.

Dengan demikian cukup alasan bagi Terrados dkk. (1998, dalam Terrados dan Duarte 2003) untuk menyebutkan bahwa pelumpuran dan naiknya jumlah liat (clay) dalam air laut melebihi ambang tertentu, akan menurunkan secara tajam kekayaan spesies dan biomassa daun komunitas padang lamun. Sensitivitas jenis-jenis lamun ini berbeda-beda terhadap gangguan tersebut, mulai dari Syringodium yang paling sensitif hingga Enhalus sebagai jenis yang paling tahan.

Namun demikian Enhalus pun diketahui cukup terpengaruh oleh pelumpuran dengan berkurangnya pembungaan dan pembentukan buah pada air yang meningkat kekeruhannya. Kematian rumpun-rumpun Enhalus karena siltasi itu pun diduga dapat menurunkan kapasitas reproduksi Enhalus lebih jauh, mengingat pembentukan buah Enhalus berlangsung baik pada kepadatan rumpun yang cukup tinggi. (Terrados dan Duarte 2003).

2.11 Fungsi Padang Lamun
Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu juga ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, sebagai berikut :
1. Sebagai produsen primer : Lamun memiliki tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal seperti ekosistem terumbu karang (Thayer et al. 1975).
2. Sebagai habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres, 1977).
3. Sebagai penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedmen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi, padang lamun disini berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga dapat mencegah erosi (Gingsuburg & Lowestan, 1958).
4. Sebagai pendaur zat hara : Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit.

Sedangkan menurut Philips & Menez (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif, ekosistem lamun pada perairan dangkal berfungsi sebagai :
1. Menstabilkan dan menahan sedimen–sedimen yang dibawa melalui tekanan–tekanan dari arus dan gelombang.
2. Daun-daun memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta mengembangkan sedimentasi.
3. Memberikan perlindungan terhadap hewan–hewan muda dan dewasa yang berkunjung ke padang lamun.
4. Daun–daun sangat membantu organisme-organisme epifit.
5. Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi.
6. Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.

Selain itu secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu :
1.Produsen detritus dan zat hara.
2. Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang.
3. Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini.

BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Ekositem Padang Lamun dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Sabtu, 21 Mei 2011
Pukul : 09.45 WIB s/d selesai
Tempat : Pantai Teluk Awur, Jepara dan Laboraturium Biologi Kampus Teluk Awur Jurusan Ilmu Kelautan FPIK Universitas Diponegoro

3.2 Alat
Alat dan bahan yang digunakan selama praktikum adalah
o Transek 1 x 1 m, roll meter atautali raffia 100 m
o Sabak
o Kamera digital
o Masker dan snorkel (peralatan skin dive)
o Alattulis (kertas/buku,pensil,pen,pengaris).

3.3 Cara Kerja
o Letakkan transek berukuran 1 x 1 meter pada tempat yang terdapat lamun dengan cara acak (random).
o Letakkan transek kuadran pada daerah tersebut, transek tersebut memilki 16 kotak dimana setiap kotak akan diidentifikasi.
o Hitung tegakan pada transek dan persentase penutupan lamun yang terdapat pada transek.
o Identifikasi lamun yang terdapat pada transek baik secara genus maupun spesies.
o Identifikasi jenis substrat dimana lamun tersebut melekat.
o Ambil biota yang ada pada suatu kotak di transek jika tidak ditemukan lamun pada kotak transek tersebut.
o Lakukan pengulangan secara berulang sebanyak 3x di tempat lamun yang berbeda dan catat jenis lamun yang terdapat pada transek.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Sampling
4.1.1.1 Sampling I
A1
2 =25 % A2
0 =0% A3
0 =0% A4
0 =0%
A8
1=12,5 A7
0=0% A6
3=50% A5
1 =12,5%
A9
0=0% A10
0=0% A11
1=12,5% A12
1=12,5%
A16
1=12,5% A15
0=0%
A14
0=0% A13
0=0%

4.1.1.2 Sampling II
A1
3=50% A2
0=0% A3
0=0% A4
0=0%
A8
2=25% A7
1=12,5%
A6
3=50% A5
1=12,5%
A9
0=0% A10
0=0% A11
1=12,5% A12
1=12,5
A16
2=25% A15
0=0% A14
1=12,5 A13
0=0%

4.1.1.3 Sampling III

A1
2=25% A2
0=0% A3
0=0% A4
0=0%
A8
1=12,5% A7
0=0% A6
3=50%
A5
1=12,5%
A9
0=0% A10
0=0% A11
1=12,5% A12
1=12,5%
A16
2=25% A15
0=0% A14
0=0% A13
0=0%

4.2 Pembahasan
4.2.1 Sampling I

A1 =Terdapat 2 tegakan lamun maka persentasenya sebesar 25%
A2 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A3 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya aadalah 0%
A4 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A5 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5%
A6 = Terdapat 3 tegakan maka persentasenya adalah 50%
A7 = Tidak terdapat tegakan dan maka persentasenya adalah 0%
A8 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5%
A9 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A10 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A11 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5%
A12 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5%
A13 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A14 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A15 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A16 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5%

4.2.2 Sampling II
A1 = Terdapat 3 tegakan maka persentasenya adalah 50%
A2 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A3 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A4 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A5 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5%
A6 = Terdapat 3 tegakan maka persentasenya adalah 50%
A7 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5%
A8 = terdapat 2 tegakan maka persentasenya adalah 25%
A9 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A10 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A11 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5%
A12 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5%
A13 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A14 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5%
A15 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A16 = Terdapat 2 tegakan maka persentasenya adalah 25%

4.2.3 Sampling III
A1 = Terdapat 2 tegakan maka persentasenya adalah 25%
A2 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A3 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A4 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A5 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5%
A6 = Terdapat 3 tegakan maka persentasenya adalah 50%
A7 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A8 = Terdapat 1 tegakan maka persentase nya adalah 12,5%
A9 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A10 = Tidak terdapat tegakan maka persentasnya adalah 0%
A11 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5%
A12 = Terdapat 1 tegakan maka persentasenya adalah 12,5%
A13 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A14 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A15 = Tidak terdapat tegakan maka persentasenya adalah 0%
A16 = Terdapat 2 tegakan maka persentasenya adalah 25%

4.3 Penampang Daun Lamun
Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah.

Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis.

4.3.1 Enhalus
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus

Jenis lamun ini disebut juga dengan lamun tropika. Jenis lamun ini memiliki akar yang kuat dan diselimuti oleh benang-benang hitam yang kaku. Daun mempunyai tulang daun, dan terdapat dalam pasangan pelepah bonggol. Pada bagian rhizoma terdapat semacam rambut yang merupakan akar dan akar lainnya yang menjulur ke bawah berwarna putih dan kaku. Tumbuhan ini terdapat di bawah air surut rata-rata pada pasang surut purnama pada dasar pasir lumpuran.(Moriaty,1989).

Ciri – ciri morfologi dari Enhalus acoroides adalah :
o Bentuk fisiknya paling besar dibanding spesies lamun yang lain.
o Daun berwarna hijau pekat.
o Daunnya panjang dan kebar seperti sabuk.
o Lebar daun + 3 cm.
o Panjang daun berkisar antara + 30 – 150 cm.
o Rimpangnya berdiameter lebih dari 1 cm.
(Moriaty, 1989).

4.3.2 Cymodecea
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Helobiae
Famili : Cymodoceaceae
Genus : Cymodocea

Salah satu species dari genus Cymodoceaeadalah .Cymodoceae rotundata .Cymodoceae rotundata merupakan jenis lamun dengan bentuk daun seperti pita tipis yang panjang. Akar tumbuh pada bagian rhizoma yang menjalar mendatar dan memanjang, batang berwarna coklat. Tmbuh-tumbuhan ini terdapat tepat di bawah air surut rata-rata pada pasang surut purnama pada pantai pasir dan pantai lumpuran.(Nybakken,1992).

Ciri – ciri morfologi dari Cymodocea rotundata adalah :
o Tepi daun halus atau licin, tidak bergerigi.
o Akar pada tiap nodus terdiri dari 2 – 3 helai.
o Akar tidak bercabang dan tidak mempunyai rambut akar.
o Tulang daun sejajar.
o Jumlah tulang daun pada selembar daun adalah + 9 – 15 buah.
o Lebar daun dari samping ke samping + 4 mm.
o Jarak antar nodus + 1 cm.
o Tiap nodus hanya ada satu tegakan.
o Tiap tegakan terdiri dari 3 – 4 helai daun.
(Nybakken, 1992).

4.3.3 Thallasia
Divisi :Anthophyta
Kelas :Angiospermae
Subkelas :Monocotyledonae
Ordo :Helobiae
Famili :Hydrocharitaceae
Genus :Thalassia

Thalllasia memilki ciri-ciri:
o Rimpang berdiameter 2-4 mm tanpa rambut-rambutkaku
o Panjang daun 100-300 mm,lebar daun 4-10 mm

Mempunyai epidermis lebih kecil dengan inti sel lebih besar warnanya hijau tua,lebih tua dari enhalus. Bagian horizontalnya lebih jelas terlihat di banding enhalus. Pada jenis lamun Thalassia hemprichii memiliki ciri rimpang berdiameter 2-4 mm tanpa rambut-rambut kaku, panjang daun 100-300 mm, dan lebar daun 2-10 mm, sedangkan pada jenis lamun Holophila spinulosa memiliki cirri daun sampai 22 pasang, tidak miliki tangkai daun, dan tanggai panjang, dan untuk jenis lamun Halodule unerruis meliki ciri ujung daun seperti trisula.

4.4 Biota Ekosistem Padang Lamun Yang Ditemukan
4.4.1 Rissoina spirata
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Ordo : Caenogastropoda
Superfamily : Rissooidea
Family : Rissoidae
Genus : Rissoa
Spesies : Rissoina spirata

Rissoidae adalah keluarga kecil dan laut menit sangat siput denganoperkulum, laut gastropod dan moluska. Ciri-ciri shell memanjang, tinggi runcing, dari 7-8 whorls agak cembung dengan pelek jahit yang berbeda di bawah ini; whorl tubuh jelas terbatas. Patung whorls puncak menara dari rusuk aksial miring yang fade out pada whorl tubuh atau yang sebelumnya. Spiral patung alur sangat samar. Aperture oval, dengan bibir luar menebal, di dalam halus, dan sebuah kanal siphonal hampir tidak ditunjukkan. spesimen Mediterania 6-8 mm, sampai 14 mm di Laut Merah. Biasanya berwarna putih (http://www.ciesm.org/atlas/Rissoinaspirata.html)

4.4.2 Bittium reticulatum
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Subclass : Prosobranchia
Superorder : Caenogastropoda
Order : Neotaenioglossa
Family : Cerithiidae
Genus : Bittium
Species : Bittium reticulatum
(http://en.wikipedia.org/wiki/Bittium_reticulatum)


Ciri-ciri dari spesies Bittium reticulatum adalah
Cangkak memanjang, berbentuk kerucut, sampai dengan 16 cm (biasanya 10-12 cm) saat sedang hamill; apeks atau ujungnya runcing. Cangkang terdiri dari costae yang kuat dan striae spiral, berinteraksi untuk memberikan tuberkel oval empat baris pada whorls lebih rendah, tiga di whorlsatas, tidak ada tuberkel pada punggung spiral terendah setiapwhorl, atau di pegunungan basal whorl terakhir. Satu costa, varix, sering lebih menonjol dibanding yang lain; varix hampir whorlterakhir untuk aperture. Aperture oval, ditarik keluar ke sinussingkat; crenulate bibir luar, tanpa sinus dubur. Bibir batintercermin atas wilayah columella dan dasar whorl terakhir, tidak ada umbilikus. Berwarna coklat pada umumnya. tentakel cephalic panjang,ramping dengan mata pada tonjolan menonjol di pangkalan.Mantel tepi lobed luas, kaki panjang, sempit, dengan marjinanterior bermata dua kali lipat; besar proyek lobus keping penutup insang bagian belakang dari bawah operkulum oval (http://speciesidentification.org)

BAB V
PENUTUP


5.1 Kesimpulan
Ekosistem padang lamun sebenarnya merupakan ekosistem yang kaya akan biota. Aneka jenis cacing, moluska (siput dan kerang), teripang, ketam dan udang, dan berbagai jenis ikan kecil hidup menetap di sela-sela kerimbunan jurai-jurai lamun. Juga beberapa jenis bulu babi yang hidup dari daun-daun lamun. Pada praktikum kali ini kita menemukan bebrapa spesies moluska seperti Bittium reticulatum dan Rissoina spirata.

Ekosistem padang lamun juga memilki interaksi atau hubungan antar biota. Seperti contohnya ikan beronang (Siganus spp.) dan beberapa jenis udang (Penaeus spp.) menggunakan padang lamun sebagai tempat memijah dan membesarkan anak-anaknya. Selain itu beberapa jenis reptil dan mamalia laut menggunakan padang lamun sebagai tempat mencari makan. Misalnya penyu hijau (Chelonia mydas), duyung alias dugong (Dugong dugong) di perairan Australasia serta manate (Trichechus manatus) di Karibia. Duyung dan manate adalah mamalia herbivor yang mengkonsumsi lamun sebagai makanan utamanya. Di saat air laut surut, padang lamun yang mengering sementara ini sering pula dikunjungi oleh berbagai jenis burung dan hewan, yang sibuk mencari ikan-ikan dan hewan kecil yang terjebak dan tertinggal di antara kusutnya lamun. Burung-burung merandai dari suku Charadriidae, Scolopacidae dan Burhinidae kerap berdatangan untuk memburu aneka cacing, moluska dan ikan-ikan kecil sebagai makanannya. Demikian pula kuntul karang (Egretta). Di bagian yang dekat daratan sering pula dikunjungi biawak (Varanus) dan monyet kera (Macaca) untuk mencari makanan yang serupa. Disini dapat kita ketahui bahwa lamun juga berperan penting dalam rantai makanan.
Parameter lingkungan utama yang mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan ekosistem padang lamun antara lain kecerahan, suhu, salinitas, substrat, kecepatan arus perairan, dan kedalaman nutrient. Faktor - faktor tersebut mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan dan distribusi lamun pada suatu perairan.

5.2 Saran
Agar mendapatkan hasil yang maksimal dalam sampling, sebaiknya menggunakan teknik menyelam yang baik seperti yang sudah diajarkan, sehingga tidak memperkeruh air yang mengakibatkan kesusahan dalam sampling dan menentukan prosentase penutupan. Diharapkan menggunakan peralatan skin dive agar sampling semakin mudah dan semakin akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Kiki.2008. Mengenal ekosistem perairan.Jakarta:Grasindo.
Azkab, M.H.1988.Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di rataan terumbu di Pari Pulau Seribu.Dalam: P3O-LIPI, Teluk Jakarta: Biologi,Budidaya, Oseanografi,Geologi dan Perairan.Jakarta:Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.
Azkab,M.H.1999.Kecepatan tumbuh dan produksi lamun dari Teluk Kuta, Lombok.Dalam:P3O-LIPI, Dinamika komunitas biologis pada ekosistem lamun di Pulau Lombok. Jakarta : LIPI.
Azkab,M.H. 1999.Pedoman Invetarisasi Lamun.Oseana 1: 1-16.
Fairhurst, R.A. and K.A. Graham.2003.Seagrass bed-sediment Characteristics of Manly Lagoon. In: Freshwater Ecology Report 2003.Sydney:Department of Environmental Sciences, University of Technology.
Fitriana, Pipit.2007.Hewan Laut; Buku Pengayaan Seri Flora dan Fauna.Jakarta:Ganeca Exact.
Hutomo, H.1997.Padang Lamun Indonesia : Salah Satu Ekosistem Laut Dangkal yang belum banyak dikenal.Jakarta:Jurnal Puslitbang OseanologiLIPI.
Nontji, A.1987.Laut Nusantara.Jakarta:Penerbit Djambatan.
Nybakken,J.W.1988.Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.Jakarta:Gramedia.
PKSPL (Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan).1999.Perumusan kebijakan pengelolaan hayati laut Sulawesi Selatan.Proyek kerjasama BAPEDAL dengan Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.Institut Pertanian Bogor.
Raharjo,Y.1996.Community Based Management di Wilayah Pesisir.Pelatihan Perencanaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu. Pusat Kajian Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Romimohtarto, Kasijan dan Sri Juwana.2009.”Biologi Laut”.Jakarta:Djambatan
Terrados, J. and C.M. Duarte.2003.Southeast Asian Seagrass Ecosystem Under Stress: have we improved?
http://blog.unila.ac.id/ekoefendi/2009/08/21/ekosistem-lamun/ (diakses hari Sabtu tanggal 4 Juni 2011 pukul 09.50)
http://dwiajengpramesti.wordpress.com/2010/01/08/lamun-seagrass/ (diakses hari Sabtu tanggal 4 Juni 2011 pukul 10.15)
http://fpik.bunghatta.ac.id (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 08.00)
http://speciesidentification.org/species.php?species_group=mollusca&menuentry=soorten&id=577&tab=classificatie (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 15.20)
http://en.wikipedia.org/wiki/Bittium_reticulatum (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 15.20)
http://www.boldsystems.org/views/taxbrowser.php?taxid=95910 (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 15.43)
http://en.wikipedia.org/wiki/Cymodocea (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 15.43)
http://perikananunila.wordpress.com/2009/07/31/ekosistem-lamun/ (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 16.00)
http://hendar08.blogspot.com/2011/04/konservasi-lamun.html (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 16.05)
http://www.eol.org/pages/35152 (diakses hari Minggu tanggal 5 Juni 2011 pukul 16.24)
.

1 komentar:

  1. nama asli yang punya blognya tolong di tampilin juga mba,untuk buat referensi nya

    BalasHapus